Menyusuri Jejak Bengawan Solo


"Timbangan e ngrubyuk, mending nambang wae...", demikian kira-kira yang dipikirkan adik kecil ini.
Pernah dengar istilah 'nambang'? 

Ya, naik perahu (yang biasanya dibuat untuk menambang/ menggali pasir di daerah pinggiran bengawan).
Namun, istilah nambang ini nggak cuma dipakai sebatas untuk kegiatan penambangan pasir saja. Tetapi secara umum sudah digunakan untuk setiap kegiatan transportasi dengan mode atau alat transportasi perahu (tambang) tadi. Nambang seringkali dipilih dengan alasan untuk mempersingkat jarak atau efisiensi. Seperti yang banyak dilakukan warga Bojonegoro yang aktifitas sehari-harinya, entah bekerja ataupun (masih) belajar, di Tuban. Atau sebaliknya. (Lihat gambar di atas. Nampak di kejauhan, beberapa orang menaiki sepeda motornya saat nambang).


Istilah nambang memang populernya di kawasan Bengawan (terutama, seta(h)uku Bengawan Solo). Tapi, rute-nya 'memotong' aliran Sungai. Bagaimana dengan jalur sepanjang arus hulu - hilir? Kira-kira, apa masih efisien jika ditempuh dengan cara nambang? Sebatas mana efisiensinya? Sebatas lokal saja (antar desa/ kecamatan) kah? Atau antar kabupaten, misalkan Tuban - Bojonegoro? Atau malah antar propinsi (Jawa Tengah - Jawa Timur)? Apakah jarak untuk kulak lumpia dari Semarang ke Lamongan akan lebih singkat jika ditempuh via Bengawan Solo?

Untuk mencari jawaban, sambil leyeh-leyeh..., kucoba buat nyari gambar/ peta/ ilustrasi aliran Sungai Bengawan Solo lewat jaringan internet. (Kalo pengen aman, keakuratan keterangan yang nantinya didapat mestinya harus diklarifikasikan ke sumber pertama. Lha ini yang 'wegah'). Paling tidak, dari peta tersebut nantinya ada 'gambaran besar' tentang jalur yang bisa dilewati....

Begitu mencari, e...hasilnya malah dapat gambar/ peta aneh...

Perhatikan 'jalur' dari Bendungan/ Waduk GM menuju ke Laut Selatan (warna hitam). Diambil dari sini


Peta Lintas Alam melewati jalur yang 'konon' merupakan daerah aliran sungai BS Purba


Bengawan Solo... tapi jalurnya beda. Katanya, ini adalah aliran 'Bengawan Solo Purba', yang diperkirakan mengalir sekitar 5 juta tahun silam dan muaranya nyambung dengan Pantai Selatan Jawa/ Laut Selatan/ Samudera Indonesia.
Tepatnya di wilayah yang sekarang dikenal sebagai kawasan Dermaga Sadeng (daerah Gunung Kidul, DIY) dimana perahu/ kapal merapat ...
Sadeng: sekarang

Penyusuran dilanjutkan. Menurut Rovicky (2006), sungai yang sekarang kita kenal sebagai Bengawan Solo itu dulunya mengalir dan bermuara ke/ di Laut Selatan Jawa. Kemudian, jalurnya pindah dan, akibatnya, muaranya juga pindah. Perpindahan jalur Bengawan Solo tersebut terjadi k.l. 1 atau 2 juta tahun yang lalu. Penyebabnya, peristiwa alam yaitu peristiwa tektonik. Dimana Lempeng Ustrali di sebelah selatan Laut Jawa menabrak dan menghunjam ke bawah Pulau Jawa. Karena adanya kerak Ustrali menghunjam kebawah, mengakibatkan bagian pinggir (bagian selatan) Pulau Jawa terangkat terus menerus. Sehingga lama kelamaan aliran air permukaan yg melalui sungai akan terganggu. Alias, jalur sungainya pindah. Yang tadinya menuju ke selatan jadi menuju ke utara. Mungkin karena inilah Gesang nulis liriknya "...air mengalir sampai jauh, akhirnya ke...laut..." (tanpa menyebutkan Laut Utara atau Laut Selatan, #bingung mode on).

Kocap kacarita (singkat kata/ singkat cerita), Bengawan Solo 'berjalan' ke Utara dan 'menemukan' jalurnya hingga bermuara di Selat Madura tetapi kemudian dialirkan ke utara ke Laut Jawa. Perubahan pengaliran ini dilakukan dengan membuat sebuah saluran khusus sepanjang lebih dari 15 Kilometer...!!!

Nah...kalau yang ini adalah peta Wilayah Sungai Bengawan Solo 'era sekarang' (yang petanya diambil dari sini)
Bengawan Solo bermuara di Ujung Pangkah, Gresik. Dan 'nyambung' dengan Laut Utara Jawa.

Masih berpikir untuk menjadikan aliran sungai Bengawan Solo sebagai jalur lalu lintas? Hufft....baru leyeh-leyeh menyusuri jejak Bengawan Solo saja.... sudah ....mruntus.......

(ini dapat liriknya dari sini)
Bengawan Solo
oleh: Gesang
Bengawan Solo
Riwayatmu ini 
Sedari dulu jadi...
Perhatian insani
 
Musim kemarau 
Tak seberapa airmu
Dimusim hujan air.. 
Meluap sampai jauh
 
Mata airmu dari Solo 
Terkurung gunung seribu 
Air meluap sampai jauh 
(Dan) akhirnya ke laut
 
Itu perahu 
Riwayatnya dulu
Kaum pedagang selalu...
Naik itu perahu

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Yang Dapat Kita Lakukan Untuk Mencegah Persebaran Covid-19?